Asal Usul, Makna
dan Hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa serta Linggih di Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Oleh:
Ketut Susila Dewi
Dasa Aksara merupakan bagian dari
aksara Bali. Munculnya Aksara Bali tidek lepas dengan Aksara yang ada di India
yaitu Aksara Dewanagari dipergunakan
untuk menulis tulisan terutama yang berbahasa Sansekerta sedangkan aksara
Pallawa dipergunakan untuk menulis naskah berbahasa Pallawa. Diperkirakan pada
abad IV Masehi kedua bahasa dan aksara ini dibawa oleh pedagang dari India yang
beragama Hindu dan Budha ke nusantara. Dari kedua aksara ini, kemudian muncul
aksara Kawi atau aksara Nusantara Kuno. Lama-kelamaan aksara Kawi ini menjadi
aksara Jawa, bali, Bugis, Makasar dan beberapa akasara daerah lainnya.
Berdasarkan bentuk dan fungsinya, aksara
Bali dibagi menjadi dua jenis yaitu aksara biasa dan akasra suci. Aksara biasa
terdiri dari aksara wreastra dan swalalita.Sedangkan akasara suci terdiri
dari aksara wijaksara (di Bali lebih
dikenal dengan sebutan bijaksara) dan
modre.Dalam dunia keagamaan dan
pengobatan (usada) di Bali dikenal
beberapa kelompok aksara suci wijaksara atau
bijaksara antara lain dasa aksara
(sepuluh akasara), panca aksara (lima aksara).
Dasa Aksara adalah sepuluh aksara atau wijaksana
yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.
Kesupuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na,
ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara
ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang berbunyi sabatai nama siwaya. Dilihat dari
hubungan Dasa aksara terhadap dewa yang menempati sesuai dengan aksara suci
seperti aksara Sang dengan dewanya Iswara, sedangkan kinngih di bhuwana alit
sesuai dengan di orang tubuh manusia seperti aksara Bang yang linggihnya di
organ hati dan untuk di bhuwana agung sesuai dengan posisi arah mata angin
seperti aksara suci Ang terletak di arah utara.
I.
PENDAHULUAN
Sesuai dengan
perkembangan zaman globalisasi banyak orang yang belum pahan dengan aksara Bali
khususnya dikalangan remaja, anak-anak bahkan orang dewasa belum bisa menulis ataupun membaca. Sangat
memperihatinkan sekali bagi masyarakat Bali khususnya orang Bali. Melihat
fenomena seperti itu maka perlunya masyarakat Bali yang beragama Hindu lebih
memahami aksara-aksara suci agar hasil kebudayaan orang Bali tidak punah.
Perkembangan aksara
Bali tidak terpisahkan dengan keberadaan aksara yang ada di India yaitu Aksara
Dewanagari dan Aksara Pallawa. Dari Aksara Dewanagari dan Aksara Pallawa ini
lama-kelamaan berkembang menjadi aksara Bali, Jawa, Bugis dan daerah lainnya. Berdasarkan
bentuk dan fungsinya aksara Bali dibagi menjadi dua yaitu aksara biasa (wreastra dan swalalita). Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara wijaksana (di Bali lebih dikenal dengan
sebutan bijaksana) dan modre. Dari Aksara Wijaksana yang
merupakan salah satu bagian Dasa Aksara.
Dasa Aksara adalah
sepuluh aksara yang terdiri dari Sang,
Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang. Kesupuluh aksara ini
berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya)
dan dua buah aksara suara (a dan i). Hubungan dari Dasa Aksara terhadap Dewa
serta Linggih di Bhuwana Agung dan di Bhuwana Alit seperti aksara Sang linggihnya di bagian Timur di
Bhuwana Alit linggihnya di Jantung dan Dewa atau Bhataranya yaitu Hyang Iswara.
II.
PEMBAHASAN
2.1
Asal-usul Dasa Aksara.
Dasa Aksara merupakan salah satu bagain dari aksara Bali. Aksara
Bali tidak dapat terpisahkan dengan aksara yang ada di India. Dalam kitab
Svara-Vyanjana, tulisan dari Prof. Raghu Vira (1956), disebutkan bahwa di India
pertama kali dikenal aksara yang disebut aksara Karosti. Dari aksara ini
kemudian berkembang menjadi aksara Brahmi. Aksara inilah yang menjadi cikal
bakal dari aksara Dewanagari dan aksara Pallawa. Diperkirakan pada abad IV
Masehi kedua bahasa dan aksara ini dibawa oleh para pedagang India yang
beragama Hindu ke nusantara ini. Dari kedua bahasa ini, kemudian muncul aksara Kawi
atau aksara Nusantara Kuno. Lama-kelamaan aksara Kawi ini menjadi aksara Jawa,
Bali, Bugis, Makasar dan beberapa aksara daerah lainnya ( Nala, 2006:3)
Berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali dibagi menjadi
dua yaitu aksara biasa dan aksara suci. Aksara biasa terdiri dari aksara wreastra dan swalalita. Disebut aksara biasa karena telah terbiasa dipergunakan
oleh masyarakat Bali didalam tulis-menulis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari dalam berhuibungan dengan sesama melalui aksara. Sedangkan aksara
suci terdiri dari aksara wijaksana
(di Bali lebih dikenal dengan sebutan bijaksana)
dan modre (Nala, 2006:5).
Aksara wijaksana adalah
aksara inti yang diyakini memiliki kesucian, kekuatan magis, gaib, magnetis, nisakala serta spiritual religius. Dalam
dunia keagamaan dan pengobatan (usada)
di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara antara lain dasa
aksara (sepuluh aksara), panca aksara
(lima aksara), catur aksara (empat
aksara), tri aksara (tiga aksara), dwi aksara (dua aksara) dan eka aksara (satu aksara) (Nala,
2006:106). Dari aksara wijaksana inilah
timbul Dasa Aksara. Dinyatakan bahwa setiap tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan,
diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari hurup suci tersebut bersatu menjadi sang
hyang ‘dasa aksara’.
2.2 Makna Dasa Aksara.
Menurut lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung
Tiwas). Dasa Akasara ini terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksana yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang
dan Yang. Kesupuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa,
ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau
kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat,
yang berbunyi sabatai nama siwaya. Kalimat
ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwaya).
Diantara para dewa, sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh
umat Hindu di Bali, karena kebanyakan dari mereka menganut ajaran Siwa
Siddhanta (Nala, 2006:107). Siwa Siddhanta merupakan kesimpulan atau inti dari
ajaran Siwaisme. Siwa Sidhanta ini mengutamakan pemujaan kehadapan Tri Purusa,
yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa. Brahma, Wisnu dan dewa-dewa lainnya
tetap dipuja sesuai dengan tempat dan fungsinya (Gunawan, 2012:48).
2. 3 Hubungan
Dasa Aksara terhdap Dewa serta Linggih di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.
Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini
yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya
dengan dewata nawasanga. Dari sepuluh hurup bersatu menjadi panca
brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan) terdiri dari
Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing atau Sa-ba-ta-i. Sedangkan panca brahma terdiri atas aksara Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang
atau Na-ma Si-wa-ya menjadi tri aksara (tiga hurup), tri aksara menjadi
eka aksara (satu hurup) yaitu “OM”.
Kata “OM” berasal dari aksara
dewa Tri Murti yaitu aksara ANG (A) melambangkan Dewa Brahma, aksara UNG (U)
melambangkan Dewa Wisnu dan aksara MANG (M) melambangkan Dewa Siwa. Ketiga
aksara tersebut jika disatukan menjadi AUM. Dalam persenyawaan suara suara,
huruf A dan U akan berubah bunyinya menjadi O sehingga kata AUM menjadi “OM”,
oleh karena huruf A dan U kalau disandikan menjadi O (Soeka, 1993:6). Selain itu kata “OM” adalah aksara suci untuk
mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabhawanya
yaitu :
1. Brahma, Hyang Widhi dalam prabhawanya
maha-pencipta disimbolkan dengan aksara A
2. Wisnu, Hyang Widhi dalam prabhawanya maha-pelindung disimbolkan
dengan aksara U
3. Siwa, Hyang Widhi dalam prabhawanya maha-pelebur disimbolkan
dengan aksara M (Sudharta, 2005:7-8)
Maing-masing dari Dasa
Aksara ini mempunyai linggih, genah,
sthana (tempat, kedudukan) baik didalam badan manusia (bhuwana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuwana agung, makrokosmos). Di tempat
linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksaraini bersemayamnya pula di
tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau
Batara. Agar lebih mudah memahaminya
dibawah ini merupakan tabel hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa serta linggih di
Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.
Hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa beserta
Linggih di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.
No.
|
Bunyi Wijaksara
|
Linggih di Bhuwana Alit
|
Linggih di Bhuwana Agung
|
Dewa/Batara
|
1.
|
Sang
|
Papusuhan/Jantung
(hrdaya)
|
Timur
(purwa)
|
Sang
Hyang Iswara
|
2.
|
Bang
|
Ati
/Hati
(yakrta)
|
Selatan
(daksina)
|
Sang
Hyang Brahma
|
3.
|
Tang
|
Ungsilan/Buah
pinggang (verkka)
|
Barat
(pascima)
|
Sang
Hyang Mahadewa
|
4.
|
Ang
|
Ampru/Empedu
(tikta)
|
Utara
(uttara)
|
Sang
Hyang Wisnu
|
5.
|
Ing
|
Tengahing
ati/Pertengahan hati (yakrt)
|
Tengah
(madya)
|
Sang
Hyang Siwa
|
6.
|
Nang
|
Peparu/Paru
(puphusa)
|
Tenggara
(agneya)
|
Sang
Hyang Maheswara
|
7.
|
Mang
|
Usus
(Srota)
|
Barat
Daya (neriti)
|
Sang
Hyang Rudra
|
8.
|
Sing
|
Limpa
(pliha)
|
Barat
Laut (wayabaya)
|
Sang
Hyang Sangkara
|
9.
|
Mang
|
Ineban/Kerongkongan
(mahasrota)
|
Timur
laut (ersania)
|
Sang
Hyang Sambhu
|
10.
|
Yang
|
Susunan
rangkaian hati (yakrthrdaya)
|
Tengah
(madya)
|
Sang
Hyang Guru
|
Cara
menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih
(stana) dewata nawasanga di dalam tubuh
manusia, diantaranya;
a)
sa
ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
b)
ba
ditempatkan di hati, dewa Brahma.
c)
ta ditempatkan
di kambung, dewa Mahadewa.
d)
a ditempatkan
di empedu, dewa Wisnu.
e)
I ditempatkan
di dasar hati, dewa Siwa.
f)
na ditempatkan
di paru - paru, dewa Maheswara.
g)
ma
ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
h)
si ditempatkan
di ginjal, dewa Sangkara.
i)
wa ditempatkan
di pancreas, dewa Sambhu.
j)
ya
ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada
pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu
mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
1. Sa
berarti satu
2. Ba berarti bayu
3. Ta
berarti tatingkah
4. A
berarti awak
5. I
berarti idep
5. Nama berarti
hormat
6. Siwa berarti
Siwa
7. Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa
aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang
luhur saja yang mampu mempergunakan beyu kekuatan dari Siwa.
Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia
akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana
agung. Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca
tirta dan panca brahma yang disebut panca tirta, adalah sebagai berikut:
·
sang
sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
·
Bang sebagai
tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
·
Tang merupakan
tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
·
Ang merupakan
tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
·
Ing
merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini
yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
·
Nang
disimpan di suara.
·
Mang
disimpan di tenaga
·
Sing disimpan
di hati/perasaan
·
Wang disimpan
di pikiran
·
Yang
disimpan di nafas.
Kemudian
balikkan hurup tersebut:
·
Yang disimpan
di jiwa
·
Wang
disimpan di guna/aura
·
Sing disimpan
di pangkal tenggorokan
·
Mang disimpan
di lidah
·
Nang disimpan
di mulut
Bila
Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan
aksara panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara
tersebut:
Sa
+
Na menjadi Mang
Ba
+ Ma menjadi Ang
Ta
+
Si menjadi Ong
A
+ Wa menjadi Ung
I
+
Ya menjadi Yang
Panca brahma dan panca tirta diringkas menjadi tri
aksara (a, u, ma). Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu
(lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing,
nang, mang, sing, wang, yang. Jika panca tirtha digabung dengan panca brahma
ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur dasa aksara.
Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i
ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang
erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana
alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar.
III.
PENUTUP
Dasa Aksara adalah salah satu
bagain dari aksara Bali. Aksara Bali tidak dapat terpisahkan dengan aksara yang
ada di India yaitu aksara Dewanagari dan aksara Pallawa. Berdasarkan bentuk dan
fungsinya aksara Bali dibagi menjadi dua yaitu aksara biasa (wreastra dan swalalita). Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara wijaksana (di Bali lebih dikenal dengan
sebutan bijaksana) dan modre.
Aksara
wijaksana adalah aksara inti yang
diyakini memiliki kesucian, kekuatan magis, gaib serta spiritual religius.
Dalam dunia keagamaan dan pengobatan (usada)
di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara antara lain dasa
aksara (sepuluh aksara), panca aksara
(lima aksara) sampai dengan eka
aksara (satu aksara). Dari aksara wijaksana
inilah timbul Dasa Aksara. Arti dari Dasa Aksara yaitu 10 aksara suci atau wijaksana yang dikenal dengan Sang,
Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.
Hubungan
Dasa aksara terhadap dewa yang menempati sesuai dengan aksara suci seperti
aksara Sang dengan dewanya Iswara, sedangkan kinngih di bhuwana alit sesuai
dengan di orang tubuh manusia seperti aksara Bang yang linggihnya di organ hati
dan untuk di bhuwana agung sesuai dengan posisi arah mata angin seperti aksara
suci Ang terletak di arah utara.
DAFTAR PUSTAKA
Nala,
Ngurah. Aksara Bali dalam Usada. 2006. Surabaya : Paramita.
Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta II. Denpasar: Fakultas Dharma
Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Soeka, Gede. 1993. Tri Murti Tattwa.
Denpasar : CV. Kayumas.
Sudharta, Tjok Rai. 2005. Upadesa Tentang
Ajaran-ajaran Agama Hindu. Surabaya :Paramita.
Midastra,
I Wayan. 2007. Widya Dharma Agama Hindu Kelas VIII. Jakarta : Ganeca Exact.
Tejasurya. 2013. Agama-Kepercayaan.
Tersedia pada http://www.tejasurya.com/artikel-anggota/agama-kepercayaan/137-gayatry-mantra-vs-dasa-aksara.html diakses tanggal
(11 November 2013).
No comments:
Post a Comment