Saturday, January 11, 2014

Asal Usul, Makna dan Hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa serta Linggih di Bhuana  Agung dan Bhuana Alit.

Oleh:
Ketut Susila Dewi

            Dasa Aksara merupakan bagian dari aksara Bali. Munculnya Aksara Bali tidek lepas dengan Aksara yang ada di India yaitu  Aksara Dewanagari dipergunakan untuk menulis tulisan terutama yang berbahasa Sansekerta sedangkan aksara Pallawa dipergunakan untuk menulis naskah berbahasa Pallawa. Diperkirakan pada abad IV Masehi kedua bahasa dan aksara ini dibawa oleh pedagang dari India yang beragama Hindu dan Budha ke nusantara. Dari kedua aksara ini, kemudian muncul aksara Kawi atau aksara Nusantara Kuno. Lama-kelamaan aksara Kawi ini menjadi aksara Jawa, bali, Bugis, Makasar dan beberapa akasara daerah lainnya.

Berdasarkan bentuk dan fungsinya, aksara Bali dibagi menjadi dua jenis yaitu aksara biasa dan akasra suci. Aksara biasa terdiri dari aksara wreastra dan swalalita.Sedangkan akasara suci terdiri dari aksara wijaksara (di Bali lebih dikenal dengan sebutan bijaksara) dan modre.Dalam dunia keagamaan dan pengobatan (usada) di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara atau bijaksara antara lain dasa aksara (sepuluh akasara), panca aksara (lima aksara).

            Dasa Aksara adalah sepuluh aksara    atau wijaksana yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang. Kesupuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang berbunyi sabatai nama siwaya. Dilihat dari hubungan Dasa aksara terhadap dewa yang menempati sesuai dengan aksara suci seperti aksara Sang dengan dewanya Iswara, sedangkan kinngih di bhuwana alit sesuai dengan di orang tubuh manusia seperti aksara Bang yang linggihnya di organ hati dan untuk di bhuwana agung sesuai dengan posisi arah mata angin seperti aksara suci Ang terletak di arah utara.




I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan perkembangan zaman globalisasi banyak orang yang belum pahan dengan aksara Bali khususnya dikalangan remaja, anak-anak bahkan orang dewasa  belum bisa menulis ataupun membaca. Sangat memperihatinkan sekali bagi masyarakat Bali khususnya orang Bali. Melihat fenomena seperti itu maka perlunya masyarakat Bali yang beragama Hindu lebih memahami aksara-aksara suci agar hasil kebudayaan orang Bali tidak punah.
Perkembangan aksara Bali tidak terpisahkan dengan keberadaan aksara yang ada di India yaitu Aksara Dewanagari dan Aksara Pallawa. Dari Aksara Dewanagari dan Aksara Pallawa ini lama-kelamaan berkembang menjadi aksara Bali, Jawa, Bugis dan daerah lainnya. Berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali dibagi menjadi dua yaitu aksara biasa (wreastra dan swalalita). Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara wijaksana (di Bali lebih dikenal dengan sebutan bijaksana) dan modre. Dari Aksara Wijaksana yang merupakan salah satu bagian Dasa Aksara.
Dasa Aksara adalah sepuluh aksara yang terdiri dari Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang. Kesupuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Hubungan dari Dasa Aksara terhadap Dewa serta Linggih di Bhuwana Agung dan di Bhuwana Alit seperti aksara Sang linggihnya di bagian Timur di Bhuwana Alit linggihnya di Jantung dan Dewa atau Bhataranya yaitu Hyang Iswara.


II. PEMBAHASAN

2.1 Asal-usul Dasa Aksara.
       Dasa Aksara merupakan salah satu bagain dari aksara Bali. Aksara Bali tidak dapat terpisahkan dengan aksara yang ada di India. Dalam kitab Svara-Vyanjana, tulisan dari Prof. Raghu Vira (1956), disebutkan bahwa di India pertama kali dikenal aksara yang disebut aksara Karosti. Dari aksara ini kemudian berkembang menjadi aksara Brahmi. Aksara inilah yang menjadi cikal bakal dari aksara Dewanagari dan aksara Pallawa. Diperkirakan pada abad IV Masehi kedua bahasa dan aksara ini dibawa oleh para pedagang India yang beragama Hindu ke nusantara ini. Dari kedua bahasa ini, kemudian muncul aksara Kawi atau aksara Nusantara Kuno. Lama-kelamaan aksara Kawi ini menjadi aksara Jawa, Bali, Bugis, Makasar dan beberapa aksara daerah lainnya ( Nala, 2006:3)
       Berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali dibagi menjadi dua yaitu aksara biasa dan aksara suci. Aksara biasa terdiri dari aksara wreastra dan swalalita. Disebut aksara biasa karena telah terbiasa dipergunakan oleh masyarakat Bali didalam tulis-menulis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dalam berhuibungan dengan sesama melalui aksara. Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara wijaksana (di Bali lebih dikenal dengan sebutan bijaksana) dan modre (Nala, 2006:5).
       Aksara wijaksana adalah aksara inti yang diyakini memiliki kesucian, kekuatan magis, gaib, magnetis, nisakala serta spiritual religius. Dalam dunia keagamaan dan pengobatan (usada) di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara antara lain dasa aksara (sepuluh aksara), panca aksara (lima aksara), catur aksara (empat aksara), tri aksara (tiga aksara), dwi aksara (dua aksara) dan eka aksara (satu aksara) (Nala, 2006:106). Dari aksara wijaksana inilah timbul Dasa Aksara. Dinyatakan bahwa setiap tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari hurup suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’.


2.2  Makna Dasa Aksara.
       Menurut lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas). Dasa Akasara ini terdiri atas 10 aksara suci atau wijaksana yaitu Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang. Kesupuluh aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana (sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat, yang berbunyi sabatai nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa (nama Siwaya).
       Diantara para dewa, sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali, karena kebanyakan dari mereka menganut ajaran Siwa Siddhanta (Nala, 2006:107). Siwa Siddhanta merupakan kesimpulan atau inti dari ajaran Siwaisme. Siwa Sidhanta ini mengutamakan pemujaan kehadapan Tri Purusa, yaitu Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwa. Brahma, Wisnu dan dewa-dewa lainnya tetap dipuja sesuai dengan tempat dan fungsinya (Gunawan, 2012:48).

2. 3 Hubungan Dasa Aksara terhdap Dewa serta Linggih di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.
       Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari sepuluh hurup bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan) terdiri dari Sang, Bang, Tang, Ang dan Ing atau Sa-ba-ta-i. Sedangkan panca brahma terdiri atas aksara Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang atau Na-ma Si-wa-ya menjadi tri aksara (tiga hurup), tri aksara menjadi eka aksara (satu hurup) yaitu “OM”.
       Kata “OM” berasal dari aksara dewa Tri Murti yaitu aksara ANG (A) melambangkan Dewa Brahma, aksara UNG (U) melambangkan Dewa Wisnu dan aksara MANG (M) melambangkan Dewa Siwa. Ketiga aksara tersebut jika disatukan menjadi AUM. Dalam persenyawaan suara suara, huruf A dan U akan berubah bunyinya menjadi O sehingga kata AUM menjadi “OM”, oleh karena huruf A dan U kalau disandikan menjadi O (Soeka, 1993:6).  Selain itu kata “OM” adalah aksara suci untuk mewujudkan Sang Hyang Widhi dengan ketiga prabhawanya yaitu :
       1. Brahma, Hyang Widhi dalam prabhawanya maha-pencipta disimbolkan dengan aksara A
       2. Wisnu, Hyang Widhi dalam prabhawanya maha-pelindung disimbolkan dengan aksara U
       3. Siwa, Hyang Widhi dalam prabhawanya maha-pelebur disimbolkan dengan aksara M (Sudharta, 2005:7-8)
       Maing-masing dari Dasa Aksara ini mempunyai linggih, genah, sthana (tempat, kedudukan) baik didalam badan manusia (bhuwana alit, mikrokosmos), maupun di alam raya (bhuwana agung, makrokosmos). Di tempat linggih, kedudukan, letak atau sthana dari tiap aksaraini bersemayamnya pula di tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau Batara. Agar lebih mudah memahaminya dibawah ini merupakan tabel hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa serta linggih di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.

Hubungan Dasa Aksara terhadap Dewa beserta Linggih di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.

No.
Bunyi Wijaksara
Linggih di Bhuwana Alit
Linggih di Bhuwana Agung
Dewa/Batara
1.
Sang
Papusuhan/Jantung
(hrdaya)
Timur (purwa)
Sang Hyang Iswara
2.
Bang
Ati /Hati
(yakrta)
Selatan (daksina)
Sang Hyang Brahma
3.
Tang
Ungsilan/Buah pinggang (verkka)
Barat (pascima)
Sang Hyang Mahadewa
4.
Ang
Ampru/Empedu (tikta)
Utara (uttara)
Sang Hyang Wisnu
5.
Ing
Tengahing ati/Pertengahan hati (yakrt)
Tengah (madya)
Sang Hyang Siwa
6.
Nang
Peparu/Paru (puphusa)
Tenggara (agneya)
Sang Hyang Maheswara
7.
Mang
Usus (Srota)
Barat Daya (neriti)
Sang Hyang Rudra
8.
Sing

Limpa (pliha)
Barat Laut (wayabaya)
Sang Hyang Sangkara
9.
Mang
Ineban/Kerongkongan (mahasrota)
Timur laut (ersania)
Sang Hyang Sambhu
10.
Yang
Susunan rangkaian hati (yakrthrdaya)
Tengah (madya)
Sang Hyang Guru

Cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya;
a)      sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
b)      ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.
c)      ta ditempatkan di kambung, dewa Mahadewa.
d)     a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.
e)      I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.
f)       na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.
g)      ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
h)      si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara.
i)        wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.
j)        ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
1.  Sa berarti satu
2.  Ba berarti bayu
3.  Ta berarti tatingkah
4.  A berarti awak
5.  I berarti idep
5.  Nama berarti hormat
6.  Siwa berarti Siwa
7.  Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan beyu kekuatan dari Siwa.
Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung. Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca brahma yang disebut panca tirta, adalah sebagai berikut:
·      sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
·      Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
·      Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
·      Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
·      Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
·      Nang disimpan di suara.
·      Mang disimpan di tenaga
·      Sing disimpan di hati/perasaan
·      Wang disimpan di pikiran
·      Yang disimpan di nafas.
 Kemudian balikkan hurup tersebut:
·      Yang disimpan di jiwa
·      Wang disimpan di guna/aura
·      Sing disimpan di pangkal tenggorokan
·      Mang disimpan di lidah
·      Nang disimpan di mulut
            Bila Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:
Sa + Na menjadi Mang
Ba + Ma menjadi Ang
Ta + Si menjadi Ong
A + Wa menjadi Ung
I + Ya menjadi Yang
Panca brahma dan panca tirta diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma). Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang. Jika panca tirtha digabung dengan panca brahma ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur dasa aksara.
Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar.
















III. PENUTUP
              Dasa Aksara adalah salah satu bagain dari aksara Bali. Aksara Bali tidak dapat terpisahkan dengan aksara yang ada di India yaitu aksara Dewanagari dan aksara Pallawa. Berdasarkan bentuk dan fungsinya aksara Bali dibagi menjadi dua yaitu aksara biasa (wreastra dan swalalita). Sedangkan aksara suci terdiri dari aksara wijaksana (di Bali lebih dikenal dengan sebutan bijaksana) dan modre.
              Aksara wijaksana adalah aksara inti yang diyakini memiliki kesucian, kekuatan magis, gaib serta spiritual religius. Dalam dunia keagamaan dan pengobatan (usada) di Bali dikenal beberapa kelompok aksara suci wijaksara antara lain dasa aksara (sepuluh aksara), panca aksara (lima aksara) sampai dengan eka aksara (satu aksara). Dari aksara wijaksana inilah timbul Dasa Aksara. Arti dari Dasa Aksara yaitu 10 aksara suci atau wijaksana yang dikenal dengan Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang dan Yang.
            Hubungan Dasa aksara terhadap dewa yang menempati sesuai dengan aksara suci seperti aksara Sang dengan dewanya Iswara, sedangkan kinngih di bhuwana alit sesuai dengan di orang tubuh manusia seperti aksara Bang yang linggihnya di organ hati dan untuk di bhuwana agung sesuai dengan posisi arah mata angin seperti aksara suci Ang terletak di arah utara.

             


DAFTAR PUSTAKA

Nala, Ngurah. Aksara Bali dalam Usada. 2006. Surabaya : Paramita.

Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta II. Denpasar: Fakultas Dharma Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Soeka, Gede. 1993. Tri Murti Tattwa. Denpasar : CV. Kayumas.

Sudharta, Tjok Rai. 2005. Upadesa Tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu. Surabaya :Paramita.

Midastra, I Wayan. 2007. Widya Dharma Agama Hindu Kelas VIII. Jakarta : Ganeca Exact.

Tejasurya. 2013. Agama-Kepercayaan. Tersedia pada http://www.tejasurya.com/artikel-anggota/agama-kepercayaan/137-gayatry-mantra-vs-dasa-aksara.html diakses tanggal (11 November 2013).

1 comment:

  1. Suksmq u blognya,,,sangat bermanfaat,,rahayu🙏🙏🙏

    ReplyDelete